NASIB tragis dialami seorang perempuan di Kota Palembang, yang meninggal dengan kondisi tak berdaya, menderita sakit parah karena ditelantarkan sang suami.
Sindi Purnama Sari (25) meninggal, pada Kamis (23/1/2025) dalam kondisi sakit parah, menderita penyakit serius yang tidak diobati bahkan disebut mengalami penyekapan selama 3 bulan oleh suaminya yang bernama Wahyu Saputra (26).
Selama 3 bulan, keluarga dekat almarhumah, orang tua dan kakak kandungnya sulit untuk menemui ibu dengan anak usia balita tersebut.
Tetangga dan keluarga baru mengetahui kalau, Sindi menderita sakit dengan kondisi mengenaskan saat suaminya meminta pertolongan untuk dibawa berobat, setelah 3 bulan dibiarkan sakit di dalam kamar.
Menanggapi adanya kasus perempuan yang menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sampai meninggal secara tragis, praktisi hukum dari LBH APIK Sumatera Selatan, Maryani mengatakan hingga kini mayoritas perempuan korban KDRT enggan mengungkapkan apalagi melaporkan kekerasan yang dideritanya.
UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan KDRT menyebutkan beragam KDRT yang jenis kekerasan yang dimaksus, seperti kekerasan fisik, psikis dan ekonomi.
“Sindi menjadi salah satu contoh perempuan yang membiarkan dirinya bertahan dalam kompleksitas masalah KDRT yang dialaminya, padahal sepantasnya perempuan menyadari penting diperlakukan setara dalam beragam hal,” kata praktisi hukum LBH APIK Sumatera Selatan, Maryani, dibincangi belum lama ini.
Ia mengungkapkan sebenarnya dalam implementasi UU KDRT, banyak lembaga berperan menyosialisasikan langsung ke masyarakat hingga ketingkat RT.
Bahkan, dari penangganan kasus yang didampingi LBH APIK Sumatera Selatan pun mayoritas kasus disebabkan KDRT, dan menjadi bukti banyak perempuan yang terpapar regulasi yang berpihak pada kepentingan korban kekerasan, ungkapnya.
Preseden buruk
Secara khusus Maryani menambahkan kasus meninggalnya Sindi ini juga menjadi preseden buruk bagi masyarakat di Kota Palembang, khususnya keluarga dan tetangga.
“Idealnya, setiap keluarga dan tetangga mengetahui aktivitas saudar atau kerabat dekatnya, paling tidak memastikan apakah mereka sehat,” kata dia lagi.
Seperti diketahui kasus meninggalnya perempuan muda yang memiliki anak laki-laki balita tersebut, meninggal setelah 3 bulan disekap dalam kamar dalam kondisi sakit oleh suaminya.
Sementara praktisi Mental Health, Lely Mela Sari mengungkapkan sangat menyayangkan mendengar berita terkait meninggalnya Sindi.
Namun, memang tidak bisa dipungkiri hingga kini kekerasan dalam rumah tangga masih dianggap ranah domestik, masih ada yang menganggap tabu untuk dibicarakan, ujar di.
Padahal Lely mengatakan dalam kondisi sakit atau tersakiti penting untuk meminta pertolongan dari keluarga, teman atau pihak yang bisa melakukan mediasi jika dianggap permasalahan di rumah tangga sudah menjurus ke abusive atau kekerasan.
“Kita juga sebagai perempuan atau individu penting untuk membuat atau Batasan termasuk dalam relasi dengan suami,” kata dia.
Dia mencontohkan seorang suami melakukan kekerasan dan pengabaian, kita sudah harus tegas.
“Masalah harus diselesaikan, jangan takut untuk meminta pertolongan dan dukungan keluarga serta pihak lain dalam menengahi masalah tentunya penting demi kebaikan Bersama,” ujar dia.
Perempuan harus mandiri
Lely menambahkan salah satu pemicu KDRT adalah ketidakberdayaan secara finansial, karena itu perempuan sejak awal harus berdaya, termasuk dalam hal ekonomi.
Ketidakberdayaan kerap kali terutama perempuan tidak bisa berperan optimal, termasuk juga merasa takut jika harus mengambil sikap.
Karena itu, penting juga untuk membangun awareness atau kesadaran sebelum menikah, meskipun saat ada bimbingan perkawinan oleh Kementerian Agama tapi membangun pemikiran yang setara juga jadi modal dalam membangun relasi dalam rumah tangga, tambahnya.
Direktur Women’s Crisis Centre (WCC) Palembang, Yesi Ariani menambahkan jika diminta, pihaknya siap melakukan pendampingan terhadap keluarga korban.
Tentunya, sangat miris melihat kenyataan ada keluarga yang meninggal karena menjadi korban KDRT. Dan tidak bisa dipungkiri lagi sang anak meskipun masih usia balita, akan merasakan kehilangan, kata dia.
Harus diakui, tambah Yesi hingga kini kasus kekerasan dalam rumah tangga masih banyak yang belum terungkap. Pengungkapan kasus sering kali terhalang karena keenganan atau bahkan korban takut melaporkan kekerasan yang dialami.
“Banyak faktor penyebab KDRT tidak banyak tertangani secara hukum meskipun sudah jelas ada regulasinya, namun kami mengimbau untuk segera laporkan ke aparat penegak hukum jika menjadi korban kekerasan,” tegas dia.(Nila Ertina)