Simburcahaya.com – Bagi masyarakat di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan yang bermukim tidak jauh dari aliran Sungai Lematang, ada satu tradisi turun temurun dilaksanakan yaitu memandikan bayi ke sungai, setelah tali pusar bayi lepas atau putus.
Salah seorang warga Desa Muara Maung, Kecamatan Merapi Barat, Lahat, Ana mengatakan sebenarnya sangat was-was ketika diminta sang nenek untuk memandikan bayinya yang baru berusia sekitar sepekan di Sungai Lematang.
“Awalnya, saya dan suami bingung serta takut bayi kami sakit karena air sungai kini telah bercampur limbah tambang batu bara dan dari pembuangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU),” kata dia, dibincangi Kamis (24/4/2025).
Ia bercerita tradisi memandikan bayi ke sungai dan dilengkapi bunga tujuh rupa dan uang logam, syarat makna baik yang dilestarikan turun temurun.
Antara lain mengandung makna, supaya setelah berusia 40 hari bisa diajak keluar rumah dan terhindar dari marah bahaya. Bunga tujuh rupa diartikan agar bayi yang baru lahir wangi dan uang logam yang kemudian dibagikan kepada anak-anak dimaknai agar rejeki anak yang di mandikan tersebut melimpah, tambah dia.
Namun, kondisi saat ini tentunya tradisi baik tersebut sudah sangat tidak memungkinkan lagi dipertahankan mengingat perubahan lanskap alam di kawasan tersebut, termasuk air Sungai Lematang yang kini sudah tercemar.
Hal lain diungkapkan warga desa, dulu mereka mengenal “Ikan Mudik” atau dimana ada masa atau waktu tertentu ikan banyak dan beragam memenuhi Sungai Lematang dan anak sungainya, seperti Sungai Kungkilan.
“Tetapi, kini tinggal kenangan, karena air sungai pun kini sudah bercampur limbah, walaupun hingga kini masih ada yang menggunakan air sungai untuk mandi dan kegiatan lainnya, selain dikonsumsi,” kata narasumber yang enggan disebutkan namanya tersebut.(JW-Eja)
Foto: JW Agung