Sungai Lematang Lahat Diduga Tercemar Limbah Perusahaan Batu Bara, Gubernur Sumsel Turunkan Tim dan Siapkan Sanksi Berat

Simbur Cahaya

Sungai Lematang di Kabupaten Lahat Sumsel yang diduga tercemar dari aktivitas perusahaan tambang di sekitar sungai (Simburcahaya.com / Nefri Inge)

SUNGAI Lematang di Kabupaten Lahat Sumatera Selatan (Sumsel) menjadi salah satu jantung kehidupan warga yang bermukim di sekitaran sungai, yang masuk dalam kawasan Kecamatan Merapi Barat Lahat Sumsel.

Sungai sepanjang sekitar 443 Kilometer, juga masuk dalam wilayah geografis Desa Muara Maung, Desa Telatang, Desa Kebur, Desa Merapi dan lainnya di Kecamatan Merapi Barat Lahat Sumsel.

Sejak dahulu kala, para warga sudah terbiasa menggunakan air sungai untuk memenuhi kebutuhan hidup, mulai dari air bersih untuk dikonsumsi, mencuci peralatan memasak, pakaian hingga mandi di pagi dan sore hari.

Namun sayang, Sungai Lematang yang menjadi salah satu sungai terpanjang di Sumsel tersebut, diduga terpapar pencemaran limbah dari aktivitas belasan perusahaan batu bara dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan batu bara.

Dua PLTU yang beraktivitas di sekitar Sungai Lematang yakni PLTU Keban Agung dan PLTU Banjarsari Lahat. Kedua PLTU tersebut menyalurkan energi listrik ke Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Gubernur Sumsel Herman Deru membenarkan masuknya laporan dugaan pencemaran Sungai Lematang, saat dikonfirmasi seusai membuka ‘Pengukuhan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumsel’ di Griya Agung, Rabu (6/8/2025) siang.

“Bukan mendengar (dugaan pencemaran Sungai Lematang), tapi sudah memerintahkan orang (tim lingkungan ke Sungai Lematang),” ujarnya.

Untuk membuktikan laporan dugaan pencemaran Sungai Lematang tersebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel sudah menurunkan tim khusus (timsus) penanganan lingkungan.

Wakil Gubernur (Wagub) Sumsel Cik Ujang, bersama Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumsel Erdi Kaban, tim Dinas ESDM Sumsel dan anggotanya, bahkan sudah berada di kawasan Sungai Lematang Lahat Sumsel.

“Kepala DLH Sumsel lagi di Sungai Lematang bersama Wagub Sumsel, sama-sama memantau. Ketahuan (jika ada pencemaran sungai) dari (atas) speedboat,” ujarnya.

Herman Deru akan menindak tegas perusahaan yang terbukti melakukan pencemaran air di sungai tersebut. Apalagi berat dari pengolahan tambang batu bara dan PLTU batu bara tersebut, bisa merusak ekosistem dan mengancam kesehatan warga sekitar.

Jika terbukti perusahaan lalai dalam pengelolaan limbah batu bara tersebut, Herman Deru akan memberikan sanksi berat, dengan tingkatan baik administrasi hingga denda biaya.

“Itu (Sungai Lematang) yang harus dijaga, jangan sampai tercemar, ekosistemnya bisa rusak. Warga akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan air,” ucapnya.

Saat ditanya terkait koordinasi Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumsel untuk masalah kesehatan, Gubernur Sumsel juga masih menunggu hasil penelitian standar baku mutu yang akan dilakukan ulang, mulai dari pH air, tanah dan menganalisa jenis-jenis pencemaran lainnya.

“Saya masih menunggu laporan dari tim,” ujarnya.

Sahwan, Ketua Yayasan Anak Padi Lahat, saat mengecek kadar pH air Sungai Pule, anak Sungai Lematang Lahat yang diduga tercemar limbah perusahaan batu bara di sekitar sungai (Simburcahaya.com / Nefri Inge)
Sahwan, Ketua Yayasan Anak Padi Lahat, saat mengecek kadar pH air Sungai Pule, anak Sungai Lematang Lahat yang diduga tercemar limbah perusahaan batu bara di sekitar sungai (Simburcahaya.com / Nefri Inge)

Ketua Yayasan Anak Padi Lahat Sahwan, yang juga tercatat sebagai warga Kecamatan Merapi Barat Lahat mengatakan, dugaan pencemaran juga terjadi ke anak-anak Sungai Lematang, yakni Sungai Pule, Sungai Pendian, Sungai Kunkilan, Sungai Sehilir dan lainnya, karena di hulu sungai ada aktivitas tambang yang diduga menyebabkan sungai rusak.

“Muara anak-anak sungai kan berada di Sungai Lematang, jelas ini berdampak pada penurunan kualitas air Sungai Lematang. Kalau dulu Sungai Lematang masuk kategori kelas 1 dari hulu sungai ke Kabupaten Muara Enim. Sekarang saya pikir sudah turun ke kelas 2 atau kelas 3, karena ada tambang PLTU dan perusahaan batu bara,” ungkapnya.

Dia berujar, Sungai Lematang masuk dalam kategori kelas 1, yang merupakan sungai yang memiliki kualitas air yang sangat baik dan aman, terutama untuk dikonsumsi langsung setelah pengolahan minimal.

Ternyata, masyarakat sudah lama mengeluhkan sumber air Sungai Lematang sudah tidak bisa dipakai lagi untuk kebutuhan sehari-hari, terutama untuk diminum. Padahal dulunya, warga bergantung pada air Sungai Lematang untuk minum, mencuci hingga mandi.

“Kalau sekarang, warga memanfaatkan air dari sumur. Tapi kalau musim kemarau, terpaksa mandi dan mencuci di sana, air minum beli air galon karena di sini belum ada air PDAM,” katanya.

Sungai Pule, anak Sungai Lematang di Lahat Sumsel yang diduga ikut tercemar limbah dari aktivitas perusahaan batu bara di Lahat Sumsel (Simburcahaya.com / Nefri Inge)
Sungai Pule, anak Sungai Lematang di Lahat Sumsel yang diduga ikut tercemar limbah dari aktivitas perusahaan batu bara di Lahat Sumsel (Simburcahaya.com / Nefri Inge)

Sahwan membeberkan, dugaan pencemaran Sungai Lematang terbukti dengan sedikitnya biota sungai yang hidup di Sungai Lematang Lahat. Biasanya para warga sekitar bisa mendapatkan hasil tangkapan ikan dalam jumlah banyak, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Namun kini, ikan yang bisa didapatkan di Sungai Lematang sangat sedikit.

Terlihat juga di Sungai Pule, anak Sungai Lematang yang nyaris tidak ditemui biota sungai, seperti ikan sungai, udang, kepiting dan lainnya. Bahkan Sungai Pule nyaris tidak lagi digunakan oleh warga sekitar.

Dia berharap, turunnya timsus lingkungan dari Pemprov Sumsel, akan membuka tabir dugaan pencemaran yang dilakukan para perusahaan batu bara tersebut. Serta bisa membuka informasi ke masyarakat publik, terkait hasil temuan di lapangan.

“Kalau bisa, kita tahu apa yang menjadi hasil verifikasi lapangan dari tim gabungan tersebut. Kalau benar-benar tercemar, negara harus bertanggungjawab. Seperti memulihkan sungai yang tercemar, menindak tgas siapa yang menjadi sumber pencemaran. Ini harus jelas dan terang benderang, harus ada titik terang, apalagi jika Sungai Lematang kelasnya turun,” ungkapnya. (Nefri Inge)

Artikel Lainnya

Peningkatan Suhu jadi Pemicu Anak-anak Rentan Terjangkit DBD di Palembang

Peningkatan Suhu jadi Pemicu Anak-anak Rentan Terjangkit DBD di Palembang

Kritisi Dokumen CIPP JETP 2023: Gerakan Masyarakat Sipil #BersihkanIndonesia Ungkap 7 Masalah Substansi

Ketua BEK Solidaritas Perempuan Mutia Maharani. (ist)

Perempuan Korban Kabut Asap Sumsel Rebut Keadilan

Tinggalkan komentar