Bedah Isu KBGO, FJPI Sumsel Ajak Publik Melek Penulisan Narasi yang Etis

Simbur Cahaya

Diskusi Publik Kekerasan terhadap Perempuan 'Workshop Penulisan Isu Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang digelar oleh FJPI Sumsel (Dok Humas FJPI Sumsel / Simburcahaya.com)

SIMBURCAHAYA.COM – Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Cabang Sumatera Selatan (Sumsel) menggelar Diskusi Publik bersama Anggota DPD RI Provinsi Sumsel sekaligus Duta Literasi Sumsel Ratu Tenny Leriva, di kantor DPD RI Sumsel, Selasa (25/11/2025).

Kegiatan tersebut mengajak peserta membedah isu Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), yang kini makin sering terjadi, termasuk secara tidak disadari kerap terjadi di ruang-ruang publik.

Ketua FJPI Sumsel Dwitri Kartini mengatakan, FJPI berupaya menghadirkan rasa aman bagi masyarakat khususnya perempuan, melalui karya jurnalistik dan media sosial.

Sebagai jurnalis perempuan, FJPI Sumsel ingin menghadirkan rasa aman melalui tulisan, medsos, dan berbagai media lainnya. Secara umum, meski KBGO lebih banyak terkait isu perempuan, namun kekerasan ini juga sering dialami laki-laki.

“Intinya, kami ingin mengajak dan membangun perlindungan terhadap KBGO, terutama bagi perempuan dan anak dengan bantuan pendampingan PPPA Sumsel,” ujarnya.

Duta Literasi Sumsel Ratu Tenny Leriva, Perwakilan Dinas PPA Sumsel dan Pimred Tribun Sumsel saat mengisi Diskusi Publik Kekerasan terhadap Perempuan 'Workshop Penulisan Isu Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang digelar oleh FJPI Sumsel (Dok Humas FJPI Sumsel / Simburcahaya.com)
Duta Literasi Sumsel Ratu Tenny Leriva, Perwakilan Dinas PPA Sumsel dan Pimred Tribun Sumsel saat mengisi Diskusi Publik Kekerasan terhadap Perempuan ‘Workshop Penulisan Isu Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang digelar oleh FJPI Sumsel (Dok Humas FJPI Sumsel / Simburcahaya.com)

Melalui Diskusi Publik dan Workshop Penulisan Isu KBGO ini, FJPI Sumsel menegaskan komitmennya dalam meningkatkan literasi, perlindungan, dan keberanian masyarakat untuk melaporkan kekerasan berbasis gender online.

Kolaborasi antara jurnalis, pemerintah, akademisi, dan komunitas diharapkan mampu memperkuat pemahaman publik, mempertegas regulasi.

“Kita ingin menghadirkan ruang digital yang lebih aman bagi perempuan, anak, dan seluruh masyarakat Sumsel,” katanya.

Kegiatan yang melibatkan sejumlah narasumber serta sekitar 100 peserta dari berbagai stakeholder dan perwakilan organisasi Persit, Bhayangkari dan mahasiswa/mahasiswi di Sumsel tersebut, diharapkan bisa jadi wadah pemahaman yang dapat mencegah terjadinya kasus kekerasan di ranah publik.

Apalagi tercatat dari data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Sumsel per November 2025, sudah ada 587 kasus kekerasan yang tidak hanya dialami perempuan tetapi juga laki-laki.

Dalam acara berlangsung, narasumber yang turut hadir yakni Kepala Dinas PPPA Sumsel M Zaki Aslam yang diwakili Kasi Perlindungan Said serta Pemimpin Redaksi Tribun Sumsel Yudhi Thizano.

Duta Literasi Sumsel Ratu Tenny Leriva saat mengisi Diskusi Publik Kekerasan terhadap Perempuan 'Workshop Penulisan Isu Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang digelar oleh FJPI Sumsel (Dok Humas FJPI Sumsel / Simburcahaya.com)
Duta Literasi Sumsel Ratu Tenny Leriva membahas tentang pentingnya melakukan filterisasi saat mengangkat kasus KBGO untuk dikonsumsi di publik, sesuai mengisi Diskusi Publik Kekerasan terhadap Perempuan ‘Workshop Penulisan Isu Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang digelar oleh FJPI Sumsel (Dok Humas FJPI Sumsel / Simburcahaya.com)

Menurut Duta Literasi Sumsel Ratu Tenny Leriva, langkah penting dalam menangani KBGO dengan memperkuat regulasi, terutama dalam proses pelaporan serta penegakan sanksi kepada pelaku.

Sejauh ini, harus ada edukasi terlebih dahulu ke publik tentang apa itu KBGO. Belum banyak yang memahami secara detail.

KBGO terjadi dekat dengan keseharian kita, karena kekerasan muncul akibat seseorang dianggap sebagai objek. Contohnya, komentar yang merendahkan sering tidak dianggap masalah padahal itu bentuk pelecehan.

“Bahkan mengambil video tanpa izin dan memanfaatkan AI untuk kesenangan pribadi sudah termasuk pelecehan. Kita dorong agar regulasi ini benar-benar diperkuat,” ungkapnya.

Menurut perwakilan Dinas PPPA Sumsel, Said, upaya pencegahan KBGO perlu dilakukan melalui pengawasan dan monitoring. Pihaknya akan memberikan pendampingan hukum apabila ada korban yang melapor.

“Poinnya, korban harus berani bicara dan melapor. Setelah laporan masuk, barulah Dinas PPPA bisa melakukan penjangkauan dan pendampingan hukum sehingga korban dapat kembali merasa aman,” ujarnya.

Dari sisi media, Pimred Tribun Sumsel Yudhi Thizano berkata, media harus turut mengantisipasi kerentanan pemberitaan yang dapat memicu terjadinya KBGO terhadap perempuan maupun laki-laki.

Tribun Sumsel memonitor secara masif terkait KBGO dan berusaha mengontrol platform dan media sosial dalam penayangan konten yang sensitif, terutama terkait kekerasan.

“Regulasi sangat diperlukan, namun tantangannya adalah banyak korban KBGO takut melapor karena khawatir viral. Tantangan kami adalah bagaimana melindungi korban agar tidak takut menyampaikan kasusnya,” ungkap Yudhi.

Jasmine Floretta V.D dari Magdalene.co saat mengisi materi dalam Diskusi Publik Kekerasan terhadap Perempuan 'Workshop Penulisan Isu Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang digelar oleh FJPI Sumsel (Dok Humas FJPI Sumsel / Simburcahaya.com)
Jasmine Floretta V.D dari Magdalene.co saat mengisi materi dalam Diskusi Publik Kekerasan terhadap Perempuan ‘Workshop Penulisan Isu Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang digelar oleh FJPI Sumsel (Dok Humas FJPI Sumsel / Simburcahaya.com)

Selain diskusi, kegiatan tersebut juga menghadirkan sesi lanjutan Workshop Penulisan Isu Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) bersama narasumber Jasmine Floretta V.D dari Magdalene.co.

Dalam pemaparannya, Jasmine menjelaskan pentingnya edukasi terkait konsep persetujuan serta pemahaman bentuk-bentuk kekerasan.

Pendampingan KBGO secara advokasi dimulai dari pemahaman atau knowledge tentang apa itu persetujuan, termasuk mengenali apakah suatu tindakan merupakan kekerasan.

“Untuk anak-anak, edukasi lingkungan harus dimulai dari pembatasan penggunaan media sosial karena dapat memicu pelecehan atau kekerasan online,” katanya.

Artikel Lainnya

Wakil Ketua Yayasan Intan Maharani

Libatkan Gen Z, Yayasan Intan Maharani Ajak Peduli pada Isu HIV

2 PLTU Beroperasi, Eksploitasi Batu Bara Besar-Besaran, Warga Merapi Area Keluhkan Hampir Setiap Hari Listrik Padam

Duh!Hari Anak Perempuan Internasional, 1 dari 5 Perkawinan Libatkan Pengantin Anak

Tinggalkan komentar