Mengulik Sejarah Kartu Pos Produksi 1874 dan Undangan Pesta 1932 di Museum SMB II Palembang

Simbur Cahaya

Hardi 'Bubut', salah satu peggiat literasi Sumsel saat melihat koleksi kartu pos zaman Hindia Belanda yang dipamerkan di Museum SMB II Palembang Sumsel (Nefri Inge / Simburcahaya.com)

SIMBURCAHAYA.COM – KOTA Palembang Sumatera Selatan (Sumsel) menjadi salah satu kota tertua di Indonesia, yang tercatat dalam sejarah Prasasti Kedukan Bukit, didirikan tanggal 16 Juni 682 Masehi, di masa Kerajaan Sriwijaya.

Kota Palembang berkembang pesat di masa pemerintahan Kesultanan Palembang Darussalam, terutama saat dipimpin oleh Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II selama dua periode, yakni 1803-1813 dan 1818-1821. Jabatan sebagai sultan ke-8 diturunkan dari ayahnya Sultan Mahmud Badaruddin yang sebelumnya menjabat menjadi Sultan Palembang Darussalam.

Kejayaan Kesultanan Palembang Darussalam akhirnya runtuh setelah kalah melawan penjajah Belanda per 1 Juli 1821 dan Kesultanan Palembang Darussalam resmi dihapus dan dimulai era kolonial Inggris di Palembang pada 7 Oktober 1823. Ada tiga penjajah yang menduduki Kota Palembang, mulai dari Belanda, Inggris hingga Jepang.

Di era tersebut, kolonial Belanda mendirikan kantor pos yang berlokasi di Jalan Merdeka Palembang, yang menjadi layanan berkomunikasi lewat surat, pengiriman uang dan lainnya. Salah satu yang menjadi tren di saat itu adalah penggunaan kartu pos, yang awalnya hanya dicetak oleh kantor pos Belanda di Palembang.

Peninggalan kartu pos di era tersebut, kini dipamerkan di Museum SMB II Palembang, di kawasan Plasa Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang, dalam event Balwana Van Palembang #2 2025 dengan tema ‘Bingkai Kota dalam Kartu Pos’. Kegiatan tersebut diselenggarakan Dinas Kebudayaan (Disbud) Palembang bekerja sama dengan Perkumpulan Filatelis Sumsel dan Jejak Kartu Pos.

Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Palembang Sulaiman Amin saat melihat salah satu koleksi kartu pos tertua keluaran Kantor Pos Hindia Belanda, yang dipamerkan di Museum SMB II Palembang (Nefri Inge / Simburcahaya.com)
Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Palembang Sulaiman Amin saat melihat salah satu koleksi kartu pos tertua keluaran Kantor Pos Hindia Belanda, yang dipamerkan di Museum SMB II Palembang (Nefri Inge / Simburcahaya.com)

Beragam koleksi kartu pos di masa kolonial Belanda yang kini dipamerkan, mulai dari cetakan Kantor Pos Belanda hingga perusahaan swasta. Salah satu kartu pos yang tertua yang dipamerkan Kartu Pos Belanda, dikirim dari Palembang ke Batavia (Jakarta) oleh seseorang bernama Ruth Vraud pada tanggal 25 Desember 1874. Kartu pos dengan label tersebut, sampai ke Jakarta selama lima hari, dengan tulisan tangan berbahasa Belanda.

Perwakilan Komunitas Jejak Kartu Pos Ulul Jihadan berkata, cetakan resmi pertama Kantor Pos Belanda memang di tahun 1874, namun tahun 1890 sudah banyak kartu pos bergambar yang diproduksi secara massal oleh perusahaan swasta.

“Perusahaan swasta biasanya membuat kartu pos dengan capture Kota Palembang, salah satunya seperti gambar kantor air ledeng, yang kini jadi kantor Pemerintahan Kota (Pemkot) Palembang. Biasanya mereka hanya mengirim kartu pos ke sejawatnya, tanpa menulis apapun. Hanya untuk berkirim kabar, jika kondisi orang tersebut baik-baik saja di Palembang. Perusahaan swasta juga menyediakan orderan seperti kalender cetakan Hindia Belanda di masa itu,” ujarnya kepada Simburcahaya.com.

Kartu pos bergambar gedung air ledeng yang kini jadi kantor Pemkot Palembang, diproduksi sekitar tahun 1890 oleh cetakan Hindia Belanda, yang dipamerkan di Museum SMB II Palembang Sumsel (Nefri Inge / Simburcahaya.com)
Kartu pos bergambar gedung air ledeng yang kini jadi kantor Pemkot Palembang, diproduksi sekitar tahun 1890 oleh cetakan Hindia Belanda, yang dipamerkan di Museum SMB II Palembang Sumsel (Nefri Inge / Simburcahaya.com)

Sekitar tahun 1920, perusahaan swasta mendapatkan izin untuk mencetak kartu pos khusus secara terbatas yakni Real Photo Postcard (RPPC). Biasanya orang akan memesan gambar khusus untuk dikirim ke sejawatnya dengan jumlah terbatas, seperti 5 lembar saja.

Ada banyak gambar yang dijadikan sampul kartu pos perusahaan swasta, seperti gedung-gedung bersejarah, keadaan situasional di Palembang, kawasan Sekanak dan daerah perairan serta perayaan hari besar di Kota Palembang. Khusus untuk produksi Kantor Pos Belanda di Palembang, kode pos yang digunakan bernomor 32.

“Capture Palembang yang ada kartu pos biasanya berkaitan dengan air. Yang kami data ada capture foto variannya lebih dari 700-an, yang menggambarkan lokasi Kota Palembang dan Plaju. Namun yang ditemukan secara fisik ada 130-an,” katanya.

Undangan pesta 'Societeit Palembang', yang dikirim pada bulan Juli 1932 ke Sungai Gerong Plaju Palembang (Nefri Inge / Simburcahaya.com)
Undangan pesta ‘Societeit Palembang’, yang dikirim pada bulan Juli 1932 ke Sungai Gerong Plaju Palembang (Nefri Inge / Simburcahaya.com)

Komunitas Jejak Kartu Pos yang berpusat di Kota Yogyakarta biasanya mendapatkan kartu-kartu pos bingen dari para kolektor kartu pos. Mulai dari saling bertukar hingga membeli secara langsung.

Dia juga menunjukkan salah satu selebaran undangan pesta dengan label ‘Societeit Palembang’, yang ditujukan untuk ‘Den Heer I.L Rynn’ di Sungai Gerong Plaju Palembang.

Dalam undangan yang dicetak pada Juli 1932 tersebut berisi rangkaian kegiatan, seperti Roulette, Kinderfilms, Bridge-Concoursen dan Kinder Bal-Masque. Selebaran undangan berusia 93 tahun tersebut, masih utuh dan terlipat rapi.

Event Balwana Van Palembang #2 2025 dengan tema ‘Bingkai Kota dalam Kartu Pos’, menjadi pameran kedua yang digelar pada tanggal 20-29 November 2025 di Museum SMB II Palembang. Pameran pertama dilaksanakan di Yogyakarta pada 2022 lalu. Setelah itu, perwakilan Pemkot Palembang tertarik untuk menggelar pameran serupa, dengan memamerkan koleksi kartu pos asal Palembang.

Perwakilan Komunitas Jejak Kartu Pos Ulul Jihadan (Nefri Inge / Simburcahaya.com)
Perwakilan Komunitas Jejak Kartu Pos Ulul Jihadan (Nefri Inge / Simburcahaya.com)

Pameran Balwana Van Palembang tersebut menjadi menarik, karena menjadi jembatan untuk mencari akar sejarah dari Kota Palembang, terutama peninggalan-peninggalan sejarah di kota lain yang mungkin bisa terungkap.

Kolektor kartu pos bergambar, ternyata mempunyai sebutan sendiri yakni Deltiologi, yang sering disalahartikan sebagai Filateli. Menurutnya, Filateli itu hanyalah hobi mengumpulkan benda-benda pos, seperti perangko, amplop, surat-surat dan lainnya, yang kurang spesifik seperti Deltiologi.

“Kalau Deltiologi itu pasti Filateli, namun Filateli belum tentu Deltiologi,” ungkapnya. (Nefri Inge)

Artikel Lainnya

Foto Perahu Penonton Memadati Arena Lomba: Perahu penonton memasuki area lomba bidar hingga berada dekat dengan perahu peserta, Minggu (17/8/2025). (Foto: Melati Arsika / Simburcahaya.com)

Lomba Perahu Bidar Palembang: Antara Tradisi dan Tantangan Keamanan

Seru! Ratusan Perempuan Palembang Bangga Berkebaya, Peringati Hari Kebaya Nasional

.

Bikin MoodBooster, Keseruan Palembang Matsuri 2023 dari Cosplay sampai dengan Makanan Jepang

Tinggalkan komentar