Kembalinya ‘Cahaya’ Museum SMB II Lewat Pameran Balwana Van Palembang 2025

Simbur Cahaya

Museum SMB II Palembang yang berlokasi di kawasan Plasa Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang Sumsel (Nefri Inge / Simburcahaya.com)

SIMBURCAHAYA.COM – MEGAHNYA bangunan Museum Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang yang berlokasi di kawasan Plasa Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang, menjadi pengingat sejarah berjayanya Kesultanan Palembang Darussalam hingga diruntuhkan oleh penjajah dan akhirnya kembali ke Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang.

Bangunan yang menjadi sejarah berdirinya Kota Palembang tersebut, sudah dialihfungsikan menjadi museum sekitar tahun 1984. Di dalam museum tersebut, terdapat banyak koleksi peninggalan barang berharga dari Kerajaan Sriwijaya hingga Kesultanan Palembang Darussalam.

Walau berada di tengah jantung Kota Palembang, banyak yang kurang berminat untuk berkunjung dan menelusuri jejak sejarah Kota Pempek. Hal itulah yang mendorong Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang melalui Dinas Kebudayaan (Disbud) Palembang, untuk mengembalikan ‘cahaya’ Museum SMB II Palembang sehingga dikunjungi oleh warga Palembang terutama generasi muda.

Pameran Balwana Van Palembang #2 2025 dengan tema ‘Bingkai Kota dalam Kartu Pos’ (Nefri Inge / Simburcahaya.com)
Pameran Balwana Van Palembang #2 2025 dengan tema ‘Bingkai Kota dalam Kartu Pos’ (Nefri Inge / Simburcahaya.com)

Disbud Palembang bekerja sama dengan Perkumpulan Filatelis Sumsel dan Jejak Kartu Pos, menggelar event Balwana Van Palembang #2 2025 dengan tema ‘Bingkai Kota dalam Kartu Pos’, yang diselenggarakan pada tanggal 20-29 November 2025.

Di dalam pameran tersebut, para pengunjung bisa melihat deretan koleksi kartu pos di masa kolonial Belanda, dari cetakan Kantor Pos Belanda hingga perusahaan swasta.

Kartu pos yang tertua yang dipamerkan Kartu Pos Belanda, dikirim dari Palembang ke Batavia (Jakarta) oleh seseorang bernama Ruth Vraud pada tanggal 25 Desember 1874. Kartu pos dengan label ‘Briefkaart.’ tersebut, sampai ke Jakarta selama lima hari, dengan tulisan tangan berbahasa Belanda.

Ada juga kartu pos yang dicetak oleh perusahaan swasta dimulai sekitar tahun 1890, yang bergambar foto gedung-gedung Kota Palembang, suasana Kota Palembang dan lainnya. Salah satunya gedung air ledeng yang kini jadi kantor Pemkot Palembang.

Kepala Disbud Palembang Sulaiman Amin berkata, event Balwana Van Palembang #2 2025 bertujuan untuk mempromosikan Museum SMB II Palembang, agar masyarakat termasuk generasi muda mulai menggemari berkunjung ke museum.

Salah satu sudut Museum SMB II Palembang yang menampilkan replika Rumah Bari, rumah tradisional khas Kota Palembang Sumsel (Nefri Inge / Simburcahaya.com)
Salah satu sudut Museum SMB II Palembang yang menampilkan replika Rumah Bari, rumah tradisional khas Kota Palembang Sumsel (Nefri Inge / Simburcahaya.com)

“Di Museum SMB II banyak koleksi-koleksi yang mengandung nilai sejarah yang tinggi. Kita menampilkan koleksi dan naskah kuno yang menceritakan Palembang tempo dulu, terutama Palembang saat zaman kolonial. Ada berupa kartu pos, foto-foto dan naskah kuno. Tidak hanya menyoroti zaman kolonial, tapi di zaman Sriwijaya dan Kesultanan,” ungkapnya.

Dalam rangkaian kegiatan, Balwana Van Palembang juga menggelar Museum Keliling yang dipusatkan di tiga titik, yakni di Kafe Rumah Sintas, Panti Abdi Bersama dan Lapas Perempuan Kelas II Palembang Sumsel.

Pameran dan Museum Keliling SMB II Palembang digelar dari tanggal 20-29 November 2025, dengan melibatkan komunitas, sejarawan dan budayawan. Salah satunya sastrawan Anwar Putra Bayu, yang menjelaskan tentang sastra dari zaman Kesultanan Palembang Darussalam hingga kini. Serta sejarah Perang Menteng yang dibuat dalam bentuk sastra.

“Sejarah bukan untuk dilestarikan karena hanya jadi statis saja. Jadi harus bergerak, didalami, digali dan dikaji. Seperti SMB II yang digali sejarahnya, ternyata adalah seorang sastrawan,” ucapnya.

Sejarahwan Palembang Ali Hanafiah saat berfoto di depan sepasang manekin yang memakai busaha pengantin adat Palembang (Nefri Inge / Simburcahaya.com)
Sejarahwan Palembang Ali Hanafiah saat berfoto di depan sepasang manekin yang memakai busaha pengantin adat Palembang (Nefri Inge / Simburcahaya.com)

Sejarahwan Ali Hanafiah berujar, koleksi-koleksi barang di Museum SMB II Palembang tersebut mempunyai ciri khas unik dan sangat langka. Dari koleksi tersebut, para pengunjung bisa melihat bagaimana kehidupan masa lalu nenek moyang di Kota Palembang.

Ada salah satu koleksi yang menarik yakni Alquran yang ditulis secara ukur dengan tinta emas sebanyak 30 juz dan ditulis dengan tangan. Lalu ada replika prasasti Kedukan Bukit yang menggambarkan Kerajaan Sriwijaya yang ada di Palembang sekitar tahun 682 Masehi.

“Ketika teknologi belum canggih dan masyarakat belum banyak, nenek moyang kita sudah bisa membuat ukiran bagus, menulis naskah kuno pakai tangan. Ada yang menulis Alquran 30 juz pakai tinta emas dan pakai tangan. Replika prasasti juga menarik, dibuat mirip dengan prasasti Kedukan Bukit asli yang kini diletakkan di museum di Jakarta,” ujarnya.

Sejarah Panjang

Gerbang depan bangunan Museum SMB II Palembang yang berlokasi di kawasan Plasa Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang Sumsel (Nefri Inge / Simburcahaya.com)
Gerbang depan bangunan Museum SMB II Palembang yang berlokasi di kawasan Plasa Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang Sumsel (Nefri Inge / Simburcahaya.com)

Museum SMB II Palembang merupakan bangunan yang didirikan di lokasi bangunan istana Kuta Lama, istana tua yang dihuni oleh Sultan Mahmud Badaruddin I pada masa pemerintahan tahun 1724 hingga 1758. Saat jabatan sebagai sultan diturunkan ke SMB II Palembang pada tahun 1803-1813 dan 1818-1821, Kesultanan Palembang Darussalam langsung runtuh setelah kalah dari penjajah kolonial Belanda tahun 1821.

Pada tanggal 7 Oktober 1823, penjajah Inggris menghapus Kesultanan Palembang dan Istana Kuta Lama dihancurkan. Penjajah Inggris akhirnya membangun gedung baru di atas reruntuhan tersebut dan selesai tahun 1824 dengan nama Gedung Siput. Bangunan dua lantai didirikan dengan gaya Eropa, arsitektur tripis Hindia dan tak meninggalkan ciri khas rumah tradisional Palembang yakni Rumah Bari.

Gedung Siput dijadikan kantor residen kolonial pada abad ke-19 dan sempat direnovasi sekitar tahun 1920-an. Lalu masuklah penjajah Jepang ke Palembang dan menduduki gedung tersebut menjadi markas militernya selama Perang Dunia II.

Setelah Indonesia merdeka pada 1945, bangunan tersebut digunakan menjadi markas besar TNI Kodam II/Sriwijaya. Lalu diserahkan ke Pemkot Palembang tahun 1984 dan hingga kini menjadi Museum SMB II Palembang. ***

Artikel Lainnya

Seru! Ratusan Perempuan Palembang Bangga Berkebaya, Peringati Hari Kebaya Nasional

Hardi 'Bubut', salah satu peggiat literasi Sumsel saat melihat koleksi kartu pos zaman Hindia Belanda yang dipamerkan di Museum SMB II Palembang Sumsel (Nefri Inge / Simburcahaya.com)

Mengulik Sejarah Kartu Pos Produksi 1874 dan Undangan Pesta 1932 di Museum SMB II Palembang

Hasad (37) menunggu penumpang yang ingin menaiki perahu ketek di sela-sela lomba Bidar di Sungai Musi, Kamis (17/8/2025) (Melati Arsika / Simburcahaya.com)

Ketek Wisata Sungai Musi Banjir Penumpang Saat Festival Perahu Bidar 2025

Tinggalkan komentar