Asa Perjuangan Kelompok Perempuan Rebut Kembali Hak Atas Tanah

Simbur Cahaya

SimburCahaya.com – Emilia (39), warga Desa Seri Bandung, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, dengan bangga menawarkan emping ubi kemasan kepada para peserta diskusi antar kampung, di aula kantor BPMP Ogan Ilir, belum lama ini.

Bangganya Emilia ini sangat beralasan. Sebab, emping ubi yang ia tawarkan adalah produk usaha kelompok perempuan di desanya. Mereka menamakan diri dengan Kelompok Perempuan Pejuang Seri Bandung (KPPS) yang bersama-sama bersemangat untuk merebut kembali lahan dari okupasi perusahaan tebu PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII unit Cinta Manis.

Emilia dan anggota KPPS lainnya sepakat untuk menamakan produknya Emping Ubi Umak. Bahan utamanya dipanen dari tanaman ubi yang mereka tanam di pinggir kebun tebu PTPN VII. Kebun kolektif di dekat rawa itu pun masih dihadapi potensi dirusak ataupun dihantam luapan air sungai.

Namun begitu, dengan menanam ubi mereka yakin telah melawan dan menjadi asa perjuangan hak atas tanahnya. Adapun hasil penjualan emping ubi digunakan untuk menghidupi perjuangan.

Untuk diketahui, kehadiran PTPN VII di Ogan Ilir menjadikan tebu yang manis berubah pahit bagi masyarakat 22 desa setempat, termasuk Desa Seri Bandung. Pasalnya, perusahaan perkebunan berskala besar itu telah menghilangkan ruang hidup mereka. Masyarakat desa menjadi buruh di tanah sendiri dan terpaksa menanam bahan pangan di lahan tersisa untuk sekedar menyambung hidup.

Dalam diskusi, Emilia mengakui, kebutuhan pangan masyarakat Seri Bandung belum terpenuhi karena ketiadaan lahan produktif sendiri. Selain itu, kemampuan untuk membeli pangan juga terbatas. Sementara, PTPN VII menghadiahi mereka asap kebakaran lahan setiap tahunnya. Tidak heran jika ia kerap merasa was-was di setiap musim panen karena khawatir asap kebakaran lahan mengganggu kesehatan keluarga.

Situasi-situasi inilah yang mendorong KPPS menyalakan semangat perlawanan, dan melalui Emping Ubi Umak mereka merawat semangat itu. Siapa sangka, kelompok-kelompok perempuan desa lainnya yang menjadi peserta diskusi antar kampung tertarik untuk meniru mengembangkan usaha ekonomi seperti yang dilakukan KPPS. Dari diskusi terungkap ada yang berencana membuat usaha ecoprint hingga ikan asap.

Pada awal tahun 2024, produksi Emping Ubi Umak dihentikan sementara karena masalah rumah produksi. Menurut Emilia, persoalan rumah produksi tersebut tidak lebih besar jika dibandingkan dengan masalah penguasaan lahan oleh PTPN VII sejak tahun 1982. Setelah melewati setengah tahun, KPPS kini sudah memiliki rumah produsi baru untuk tempat mengolah emping ubi dan menyimpan alat-alat produksinya. Peresmian kecil digelar bertepatan dengan perayaan satu dekade KPPS pada September lalu.

“Setelah ada rumah produksi, sekarang kami sudah banyak terima oderan emping ubi, mulai dari masyarakat sampai mahasiswa. Alhamdulillah ada saja (orderan) setiap bulannya,” ungkap Emilia dikonfirmasi, Jumat (06/12/2024).

Dari emping ubi, dia berharap terciptanya lapangan pekerjaan bagi perempuan, terutama perempuan buruh tani karet, buruh harian lepas, dan lainnya di desa. Selain itu dia juga berharap ada donatur yang bersedia memberikan modal untuk memenuhi tercapainya produksi lebih besar. Sebab, kendala KPPS saat ini adalah masih kurangnya alat pemotong dan alat penjemuran ubi.

Selama 10 tahun kebersamaan berjuang, Emilia merasakan masih banyak kendala untuk perjuangan KPPS. Terutama belum adanya keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat yang berkonflik lahan. Belum lagi suara perempuan nyaris tidak didengarkan dalam pengambilan keputusan strategis di desa.

Konflik Lahan, Perempuan Semakin Dimiskinkan

Dibincangi terpisah, Dewan Pengawas Komunitas Solidaritas Perempuan (SP) Palembang Rani Nova Riani mengungkapkan, pihaknya selama ini mendampingi KPPS dan mendorong inisiasi Feminist Economy Solidarity (FES). Melalui program FES, para perempuan akar rumput diajak berusaha mandiri secara ekonomi dengan memanfaatkan potensi Sumber Daya Alam (SDA). Di Desa Seri Bandung, anggota KPPS memilih tanaman ubi yang cocok dengan struktur tanah di sana. Tujuannya untuk alat perjuangan, meski mereka hanya dapat menanam di tepi kebun perusahaan.

“SP Palembang juga membantu dari sisi kemasan dan pemasaran. Pembeli bisa tahu asal usul emping itu dengan membaca sejarah perlawanan di kemasannya. Bahkan dibuatkan juga dalam versi bahasa inggris agar emping bisa diperkenalkan lebih luas,” jelas Rani di kantor SP Palembang, belum lama ini.

Ia menjelaskan, kehadiran PTPN VII Cinta Manis yang berjanji dapat menyejahterakan masyarakat sekitar tidaklah terwujud. Nyatanya, justru membuat masyarakat terutama perempuan semakin termiskinkan karena hilangnya sumber kehidupan.

Status PTPN VII Cinta Manis sebagai BUMN seharusnya tidak menjadi pembenaran untuk pelanggaran hak ataupun tindakan sewenang-wenang. Mengingat, dari data Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel, konflik Cinta Manis membuat 62 orang dikriminalisasi, 18 orang luka tembak, 2 orang cacat fisik, 1 orang alami gangguan jiwa, dan 2 orang meninggal dunia. Salah satu korban jiwa anak berusia 12 tahun yang tewas karena tertembak aparat saat pecah konflik tahun 2012.

Ketua Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sumatera Selatan, Untung Saputra mengatakan, ada kalanya perlawanan kepada ketimpangan hak penguasaan tanah akan melemah jika terdapat masalah internal masyarakatnya sendiri. Itu sebabnya, perjuangan bersama perlu dirawat seperti yang dilakukan kelompok perempuan Desa Seri Bandung.

Menurutnya, persoalan lahan di Desa Seri Bandung hanya bagian kecil dari masalah utamanya yaitu kebijakan, khususnya dalam penerbitan HGU yang pro pemodal. Sehingga dapat dipastikan kebijakan negara akan memprioritaskan perusahaan ketika konflik yang berhadapan dengan masyarakat terjadi. Tidak heran jika ada argumentasi melegitimasi tindakan represif, karena aparat merasa berkewajiban melindungi aset negara. (yulia savitri)

Foto Simburcahaya.com/Yulia Savitri

  • Artikel ini merupakan kolaborasi liputan bersama Women’s Media Collabs, didukung oleh IMS – International Media Support dan European Union.

Artikel Lainnya

Mengenalkan Tunggu Tubang, Perempuan Semende Penjaga Ketahanan Pangan

Peringati Hari Anak: Permampu Kritisi Cara Penanganan dan Pencegahan Perkawinan Anak

Harun Hudari: Penyintas HIV bisa Sehat Seumur Hidup

Tinggalkan komentar