Simburcahaya.com – Bagi masyarakat yang bermukim di Kawasan Merapi Barat, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan beroperasinya dua Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan eksploitasi besar-besaran batu bara tidak menjamin ketersediaan listrik bagi warga cukup.
“Paling tidak sepekan ada tiga kali pemadaman listrik yang kami alami,” kata Ririn warga Merapi Barat, Selasa (24/6/2025).
Ia bercerita akibat pemadaman listrik tersebut bukan hanya gelap gulita saat malam, tetapi berbagai alat elektronik rusak.
Menurut dia, setidaknya sejak beberapa tahun ini ada tiga lemari pendingin yang rusak karena korsleting listrik.
“Kami bingung, kok bisa masih ada pemadaman listrik di daerah pemasok utama energi listrik di Pulau Sumatera,” ujar dia.
Yuliana warga lainnya juga mengungkapkan meskipun menjadi langgan pemadaman rutin tetapi beban membayar listrik tetap tinggi, setidaknya pasti membayar Rp 300 ribu per bulan.
Padahal hamper setiap hari aliran listrik padam, tambah dia.
Sementara lebih dari 10 tahun ini telah beroperasi dua pembangkit listrik di kawasan Merapi, yaitu PLTU keban agung dengan kapasitas 2x 135 MW yang terletak di desa Muara Maung dan PLTU Banjar sari berkapasitas 2 x 110 MW yang terletak di Desa Gunung Kembang, keduanya berlokasi di kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan.
Tak hanya itu, setiap malam dari Desa Muara Maung saja ribuan unit truk mengangkut batu bara yang dieksploitasi dari daerah tersebut.
Pemerintah “Tutup Mata”
Ketua Yayasan Anak Padi, Sahwan mengungkapkan hingga kini pemerintah daerah baik Pemkab Lahat maupun Pemprov Sumatera Selatan terkesan “tutup mata” atas penderitaan masyarakat Merapi Area.
“Masalah pemadaman listrik menjadi bukti nyata kalau industri ekstraktif hanya berpihak kepada kepentingan pemilik modal saja,” kata dia.
Keberpihakan pemangku kebijakan jelas kentara, hak masyarakat justru sama sekali tidak dianggap. Tak hanya masalah pemadaman listrik yang rutin membuktikan kalau Merapi Area hanya dieksploitasi.
Namun, di sisi lain banyak dampak buruk yang kini semakin meresahkan masyarakat, baik dari perspektif social, ekonomi apalagi lingkungan, tambah Sahwan.
Dia mengungkapkan Yayasan Anak Padi Bersama dengan koalisi Sumatera Bersih terus menuntut agar pemerintah segera mempensiunkan pembangkit listrik berbahan bakar fosil.
“Kami juga menuntut segera hentikan eksploitasi batu bara yang tak berdampak pada kepentingan masyarakat tapak,” kata dia lagi.
Teks : Meliasantri
Foto : Meliasantri
Peserta Pelatihan Jurnalis Warga PPMN









